Selasa, 18 September 2012

Prinsip Ad-dien Islam


PRINSIP AD-DIEN ISLAM

Setelah kita bicarakan di dalam pengetahuan Dien dan macam-macamnya maka sekarang kita kembali kepada sekema yang lalu (bc. Memahami Aqidah Islam), telah di gambarkan skema Dien. Allah SWT dengan ilmu-NYA yaitu Qur’an mengajarkan makhluknya manusia dan alam semesta adalah menjadikan Allah SWT sebagai pengatur, penguasa, dan sembahan atau yang di ‘ibadati. Maka perpaduan antara:  Rububiyyah (Hukum) + Mulkiyyah (wilayah/Daar) + Ubudiyyah/ Uluhiyyah (umat/jamaah/warga) inilah unsur Syar’iah dan Ad Dien, sebagai dasar ilmu yang benar untuk membentuk sebuah Aqidah ke-Islaman yang benar, inilah sebenar-benarnya IMAN.
Dan dari sini kita faham sesungguhnya mushaf dengan juz2 nya yang tiga puluh dan surat yang berjumlah dengan ribuan ayat yang dimulai dengan Al-Fatiha dan di sempurnakan dengan surat An-Naas,  tidak lain isinya kecuali masalah Pokok 3 (tiga) yaitu: “Rububiyaah dari kata Rabb, Mulkiyah dari kta Al-Maliki, dan Ubudiyah atau Uluhiyah dari kata Al-Ma’bud atau Al-Ilahi”, sekalipun kedudukan khabariyah atau kejadian (insyarah) maka khabariyah itu berbentuk kisah / cerita atau peringatan dan I’tibar, tidak menunjukan kecuali seputar masalah Prinsip Tiga [Rububiyyah (Hukum) + Mulkiyyah (wilayah/Daar) + Ubudiyyah/ Uluhiyyah (umat/jamaah/warga)], begitu juga Insyarah (yang berbentuk) perintah, larangan dan petunjuk.
Maka Rububiyah itu adalah hukum dan Mulkiyah yakni wilayah/Negara dan Ubudiyah atau Uluhiyah adalah Insan yakni jamaah/ummat. Dan materi-materi yang tiga ini adalah Prinsip dan unsur-unsurnya tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lain selama-lamanya, oleh karena itu Hukum tanpa wilayah/Negara tempat terlaksananya hukum tidak ada artinya, dan wilayah/negara tanpa adanya ummat begitu juga tidak ada artinya, dan begitu juga umat tanpa wilayah/Negara maka tidak mungkin dan  Hukum tanpa Ummat begitu juga (tidak mungkin), demikianlah sehingga: Hukumnya Islam + Wilayah/Negaranya Islam + Umatnya Islam.
Hal ini selalu dan selalu menjadi perdebatan pajang lebar, yang selalu merujuk pada pertanyaan mana nash / dalil dari Qur’an yang qothi / kuat (letterlook) Negara Islam ? maka cara kita menjawabnya cukup dengan senyum saja, karena pertanyaan itu adalah pertanyaan manusia Dholim dan mereka goblok / tolol tentang Qur’an, sebagaimana Firman –NYA QS. 33/72
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan (Qs. 5/35).

Wallahu a’lam bish shawab.


Minggu, 26 Agustus 2012

Klasifikasi Ad-Dien


KLASIFIKASI AD-DIEN ISLAM
Setelah kita memahami mengenai DIEN Islam, sebagi sebuah fitrah yang di berikan ALLAH Swt bagi manusia melalui Rasullah Saw sebagai suatu tuntunan dalam keselamatan berkehidupan di dunia dan di akherat kelak.  Kini akan saya utarakan mengenai klasifikasi Dien yang harus kita pahami agar tidak tersesat atau salah dalam menjalankan Dien Islam.
Maka perpaduan antara:  Rububiyyah (Hukum) + Mulkiyyah (wilayah/Daar) + Ubudiyyah/ Uluhiyyah (umat/jamaah/warga) inilah unsur Syar’iah dan Ad Dien, sebagai dasar ilmu yang benar untuk membentuk sebuah Aqidah ke-Islaman yang benar, inilah sebenar-benarnya IMAN. (baca. Materi Memahami Aqidah Islam)

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk (Qs. 9:29)
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka Dien (agama) yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih (Qs. 42:21)
Katakanlah: "Hai orang-orang kafir; Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah; Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah; Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah; dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah; Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku (Qs. 109:1-6)

Dari ayat-ayat di atas jelaslah bahwa ada 2 (dua) klasifikasi Dien (agama) yang di fahamkan Allah bagi manusia, yaitu: (1) DIENUL HAQ dan (2) DIENUL BATHIL
Ø  DIENUL HAQ
Dienul haq adalah Dien Allah yang disampaikan melalui perantara rasul-rasul-Nya sejak Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, yang akhirnya telah disempurnakan pada masa Rasulullah Muhammad Saw, sebagai Nabi-Nya yang terakhir. Dienul Haq juga disebut Dienul Islam atau Dienullah. Atau dengan istilah lain, dienul haq adalah Dien Tauhid yang di syariatkan Allah dengan kitab-Nya (Al-Qur’an) untuk keselamatan manusia atas diri dan lingkungannya.

"... Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu dien-mu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi dien bagimu..." (QS. 5:3)

"Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan Dien yang haq agar dimenangkan-Nya terhadap semua dien.." (QS.48:28)
Ø  DIENUL BATHIL
Dienul bathil adalah Dien Thoghut (setan) melalui perantara pengikut-pengikut-Nya yang terdiri dari golongan jin dan manusia yang tidak mengakui atau menerima dienullah sebagai jalan hidupnya. Dien bathil disebut juga Dienul Kafir atau Dienul Jahiliyyah. Atau dengan istilah lain, dienul bathil adalah Dien Musyrik yang disyariatkan orang-orang kafir dengan hawa nafsu dan pola fikir yang ada di otak yaitu angan-angannya untuk merusak fitrah manusia yang di syariatkan Allah dan keseimbangan lingkungan demi tujuan-tujuan duniawi.

"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thoghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thoghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya." (QS. 4:60)

"Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan : 'Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)', serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan." (QS. 4:150-151)

Andaikata Islam dimaknakan agama, maka sudah menjadi keharusan seseorang yang mengaku beragama Islam untuk melaksanakan apa yang di syariatkan Allah dengan kitab-Nya Al-Qur’an.  Seseorang yang beragama Islam sudah seharusnya menjadikan dien haq sebagai jalan hidupnya, berhukum Islam, dan melaksanakan aturan Islam atas diri dan lingkungannya, beriman pada yang sebagian dan kafir pada yang sebagian.
Lalu mereka yang mengaku beragama Islam menjadikan dien bathil sebagai jalan hidupnya serta mengangkat pemimpin melalui mekanisme dien bathil, maka tidak dapat dikatakan mereka beragama Islam, meskipun mereka menjalankan ibadah yang bersifat ritual seperti sholat, puasa, dan haji. Karena mereka tidak berhukum Islam, dan melaksanakan aturan Islam atas diri dan lingkungannya.  Para penganut dan pengikut paham dien bathil hanya mengakui eksistensi Allah sebagai Dzat yang “diagungkan di langit”, namun menolak pengagungan Dien Allah di bumi.

Wallahu a’lam bish shawab.


Jumat, 03 Agustus 2012

Ad dien Islam


MEMAHAMI AD-DIEN ISLAM
Sebelumnya telah cukup jelas saya gambarkan mengenai “dari mana kita memulai Islam”, yaitu di awali dari ilmu yang benar maka timbul pemahaman aqidah yang benar sehingga menghasilkan keimanan yang benar.  Pada materi berikutnya mengenai “memahami Aqidah Islam”sebagai pondasi keimanan yaitu perpaduan antara:  Rububiyyah (Hukum) + Mulkiyyah (wilayah/Daar) + Ubudiyyah/ Uluhiyyah (umat/jamaah/warga) inilah unsur Syar’iah dan Ad Dien, sebagai dasar ilmu yang benar untuk membentuk sebuah Aqidah ke-Islaman yang benar, inilah sebenar-benarnya IMAN.
Setelah memiliki ilmu yang benar mengenai Aqidah Islam sehingga diharapkan mampu menjadikan kita seseorang yang beriman.  Kini, saya lanjutkan mengenai Ad-Dien (agama) Islam.  Makna Ad Dien الدين  yang diterjemahkan Departemen Dien RI adalah AGAMA. Sedangkan Agama berasal dari bahasa sansekerta (bukan bahasa Arab) yang terdiri dari dua kata A (tidak) dan Gama (kocar-kacir/kacau balau).  
Jadi secara bahasa,  Agama artinya tidak kocar-kacir, atau tidak kacau balau. Jika disatukan dengan kata Islam, AGAMA ISLAM memiliki arti tidak kacau balau Islam, dan jika pahami seperti itu maka arti Agama Islam sangatlah aneh.  Namun keunggulan bahasa Arab dibanding dengan bahasa lain ialah satu kata dapat memiliki makna/arti yang sangat beragam.  Sehingga kata Ad-Dien menjadi lebih baik dari kata Agama.
Arti Dien:
1)      Dien secara lughoh adalah:
a)      Ketaatan dan Ketundukan kepada hukum yang mutlak (Qs. 16:52, 40:65, 3:83)
“Dan kepunyaan-Nya-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi, dan untuk-Nya-lah  ketaatan (Dien) itu selama-lamanya. Maka mengapa kamu bertakwa kepada selain Allah?” (An Nahl:52)
“Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat (Dien) kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam” (Al Mu’min:65)
“Maka apakah mereka mencari agama (Dien) yang lain dari agama (Dien) Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan” (Ali Imran:83)
b)      Dienul Malik (Aturan/ UUD Kerajaan ) (Qs. 12:76)
Maka mulailah Yusuf (memeriksa) karung-karung mereka sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri, kemudian dia mengeluarkan piala raja itu dari karung saudaranya. Demikianlah Kami atur untuk (mencapai maksud) Yusuf. Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang (Dien) raja, kecuali Allah menghendaki-Nya. Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui” (Yusuf:76)
c)      Tanggungjawab/ Pembalasan (Qs. 1:4)
“Yang menguasai[4] di Hari Pembalasan (Dien)” (Al Faatihah:4)

2)      Dien secara syara’ adalah:
“Ad Dien adalah apa-apa yang diisyari’atkan Allah SWT dengan taushiyah para rasul-Nya dan Dia adalah Fitrahnya yang telah menciptakan manusia dengannya untuk keselamatan mereka di dunia dan di akhirat dengan ridhanya”.
Pahami Qs. 42:13, 30:30, 49:16, 3:19/85

“Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang Dien apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah Dien dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik Dien yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada Dien itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (Dien)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)” (Asy Syuura:13).
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Dien Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) Dien yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Ar Ruum:30).
Katakanlah: "Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamamu, padahal Allah mengetahui apa yang di langit dan apa yang di bumi dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu?" (Al Hujurat:16)
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab[189] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya” (Ali Imraan:19)
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (Ali Imraan:85)

Sehingga  Dien adalah Syariah (tuntunan) Allah yang di intruksikan kepada Rasul-Rasul NYA,  dan Dien fitrah-NYA yang menjadi fitrah atas manusia bagi keselamatan mereka di dunia dan akherat dengan ridho-NYA. Dan Islam periode Muhammad adalah syariah Allah yang di wahyukan kepada hamba-NYA Muhammad, dan dia (Dienul slam) fitrah-NYA yang menjadi  fitrah atas manusia, untuk keselamatan mereka di dunia dan akherat dengan  ridho-NYA, inilah yang  di maksudkan Allah dengan pengertian Dien.
Dan Dien ciptaan Allah atau fitrah-NYA yang tidak ada perubahan bagi fitrah Allah secara mutlak yakni Allah telah menciptakan fitrah bagi kebutuhan manusia  atas fitrah mereka, dan setiap kebutuhan yang dibutuhkan manusia, maka sungguh (Allah) telah mengajarkan di dalam (Dien). Bahkan telah mencukupkan dan menyempurnakan  (Dien) dan meridhoinyaa. Dan Allah telah menamakannya dengan nama Islam, yang di ikatnya (Islam) dengan salah satu nama-NYA yaitu ‘As-Salam, untuk keselamatan manusia di dalam kehidupan mereka (baik) duniawiyah  maupun Ukhrowiyah, dan barang siapa tidak mencarinya (ISLAM) maka mereka termasuk di dalam akhirat termasuk orang  -  orang yang   merugi.

Wallahu a’lam bish shawab.

Selasa, 31 Juli 2012

Motivasi seorang muslim


MOTIVASI SEORANG MUSLIM

Untuk mencapai kehidupan yang Islami dibutuhkan suatu perjuangan, bukan semata-mata untuk hidup, tetapi perjuangan untuk dan karena Allah.  Supaya tercapai perjuangan hidup untuk dan karena Allah tersebut, hal utama yang harus dimiliki seorang manusia muslim adalah adanya Motivasi (niat) untuk melaksanakan tujuan kehidupannya di bumi Allah ini dalam bentuk amal perbuatan.
Kebanyakan manusia muslim memiliki berbagai motivasi atau niat dalam menjalani kehidupan sebagai seorang hamba Allah di Bumi Allah ini. Padahal, dengan motivasi yang benar dalam menjalankan kehidupannya di dunia seorang muslim akan dapat menentukan bernilai atau tidaknya kehidupan yang sedang dijalaninya.
Seorang muslim tidak dapat menganggap sepele permasalahan motivasi atau niatnya dalam menjalani kehidupan di Bumi Allah ini.  Setiap muslim harus menjaga dan memelihara dengan benar motivasi atau niatnya dalam melakukan suatu tindakan, yang mana tindakan yang akan dilakukannya itu adalah sebuah aplikasi amal perbuatannya.  Sebab, motivasi inilah yang akan menentukan bernilai atau tidaknya sebuah perbuatan.
Sebagaimana Firman Allah:
“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semester alam” (Al-An’am:162)
Berdasarkan ayat di atas maka semua perbuatan/amal yang dilakukan seorang manusia adalah semata-mata hanya untuk Allah.  Inilah, motivasi atau niat yang benar harus dimiliki oleh seorang manusia muslim, yang akan menentukan bernilainya sebuah a’mal perbuatan di Bumi Allah ini.
Perlu menjadi sebuah pemahaman bagi setiap manusia bahwasannya, setiap perbuatan manusia merupakan representasi dari apa-apa yang ada dalam dirinya, “apa-apa” itu bisa merupakan hasil perpaduan dari kondisi nilai-nilai internal dalam dirinya (konsepsi) dan bisa juga respon dari kondisi eksternalnya yang melingkupi kehidupannya.
Sebagaimana Firman Allah:
“Maha suci Allah yang di tangan-NYA-lah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (Al-Mulk: 1-2)
Ayat di atas menyatakan dengan tegas bahwa hidup seorang manusia adalah pemberian Allah.  Dan, hidup yang merupakan pemberian Allah itu adalah sebuah ujian dari Allah bagi setiap manusia, sehingga hidup harus dijalani dengan sebaik-baiknya.  Pada akhir ayat di atas Allah menegaskan bahwa masalah utama kehidupan manusia bukan terletak pada apa yang diterima atau belum diterima manusia.  Sikap manusia dalam menyikapi segala permasalahan hidupnya itulah yang akan menentukan bernilai atau tidaknya sebuah perbuatan di hadapan Allah bukan berdasarkan responsitas lahiriyahnya saja.
Sebuah motivasi atau niat untuk dank arena Allah semata ini tidak dapat tertanam dalam diri kita dengan sendirinya.  Kecuali, dibangun, dilatih, dan diusaha oleh kita sendiri dengan cara:
1)      Memahami maksud penciptaan Allah atas diri kita manusia.
Sebagaimana Firman Allah:
“Dan kamu tidak dapat menentukan kemauanmu terhadap sesuatu pun kecuali dengan mengikuti cara yang diatur oleh Allah, Tuhan yang memelihara dan mengurus seluruh alam” (At-Takwir:28-29)
Haditsnya:
“sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepada Daud as.  Wahai Daud sesungguhnya engkau mempunyai keinginan dan Aku-pun menpunyai keinginan, dan bahwasanya yang akan berlaku adalah apa yang Aku inginkan.  Maka sekiranya engkau berserah diri terhadap apa yang Aku inginkan, kemudian, tidaklah berlaku melainkan apa yang Aku inginkan”.
2)      Mengedepankan urusan Allah di atas segala urusan manusia.
Haditsnya:
“Sesungguhnya amalan itu hanyalah tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan apa yang diniatkannya”.
3)      Mentaati segala ketentuan Allah sebagai hukum bagi kehidupan manusia
Sebagaimana Firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (An-Nisa:59)
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata” (Al-Ahzab:36)